Beranda | Artikel
Bentuk-Bentuk Wara
Senin, 13 Juli 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Bentuk-Bentuk Wara’ adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Aktualisasi Akhlak Muslim. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 22 Dzulqa’dah 1441 H / 13 Juli 2020 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Bentuk-Bentuk Wara’

Kita masih berbicara tentang salah satu akhlak yang seyogyanya ada pada seorang muslim, yaitu wara’. Kita sudah jelaskan bahwa wara’ ini adalah akhlak yang sangat luhur yang hanya bisa dicapai oleh orang-orang hatinya selalu zuhud terhadap dunia dan zuhud terhadap kemilau dunia yang fana dan hanya berorientasi kepada akhirat yang kekal abadi. Apabila seorang hamba memiliki sifat tersebut, niscaya sifat ini akan mewarnai setiap langkah kehidupannya. Dan berikut ini kita akan jelaskan beberapa bentuk-bentuk wara’ yang harus kita tanamkan dalam perilaku kita sehari-hari. Ada beberapa bentuk dari wara’ tersebut, diantaranya:

Wara’ dalam hal penglihatan

Menundukkan pandangan mata (ghadul bashar), menjaga penglihatan dari hal-hal tidak dibenarkan dalam agama. Yaitu tidak melemparkan pandangan mata kepada perkara-perkara yang diharamkan Allah. Bahkan kepada perkara-perkara yang mubah namun berpotensi memalingkan hatinya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atau dapat menyeretnya kepada hal-hal yang haram ataupun dilarang.

Pada zaman ini boleh dikatakan sedikit sekali jika tidak boleh dikatakan langka, yaitu seorang hamba yang wara’ dalam hal pandangan mata. Ghadul bashar termasuk perkara yang sangat sulit pada hari ini. Karena dimana-mana aurat diumbar, baik aurat wanita maupun aurat pria. Karena aurat pria juga tidak boleh kita melihatnya, sama seperti aurat wanita.

Akan tetapi pada hari ini semua orang menjajakan auratnya, menampakan auratnya, seperti yang dikatakan oleh Nabi: “berpakaian tapi telanjang”. Sehingga untuk menjaga pandangan mata hari ini termasuk perkara yang sangat berat. Apalagi kita yang sehari-hari banyak beraktivitas di luar rumah, para pedagang di pasar ataupun di mall ataupun di tempat-tempat umum, bahkan di pinggir-pinggir jalan, papan-papan reklame ataupun iklan memajang aurat-aurat wanita. Dan mereka seolah tidak merasa berdosa ketika memamerkan aurat tersebut.

Tentunya kita diperintahkan untuk menjaga pandangan. Kalau dulu Al-Qur’an  mengistilahkannya dengan ghadul bashar (menundukkan pandangan) maksudnya adalah kita menjaga pandangan untuk tidak melihat hal-hal yang dilarang tadi. Terutama kepada wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang yang dijumpai hampir di setiap sudut tempat, berbagai tontonan yang tidak senonoh, hal-hal yang berbau pornografi sudah dianggap lumrah hari ini.

Maka menjaga pandangan termasuk salah satu sifat wara’ yang harus kita miliki pada hari ini, yaitu wara’ dalam hal penglihatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam surat An-Nur ayat 30 dan 31:

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ…

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman dan juga kepada perempuan-perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka.” (QS. An-Nur[24]: 30)

Sebagaimana disebutkan bahwa menjaga pandangan ini adalah merupakan salah satu wasilah kita menjaga diri kita untuk tidak jatuh dalam perbuatan yang lebih besar lagi, yaitu zina. Allah mengatakan:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَىٰ…

Dan jangan kamu dekati zina…” (QS. Al-Isra[17]: 32)

Termasuk di dalamnya adalah kita mulai dengan menjaga pandangan kita. Maka wara’ di dalam penglihatan merupakan salah satu cara kita untuk menjaga pandangan mata. Karena ada panah iblis pada pandangan mata seseorang yang siap untuk menghujam hatinya. Orang mengatakan “dari mata turun ke hati”, apa yang kita lihat itu tentunya akan memberikan pengaruh terhadap hati kita.

Contohnya, apa yang kita lihat di pusat perbelanjaan ataupun pasar yang sebelumnya kita tidak lihat, ketika kita melihat maka muncul keinginan untuk membeli, padahal apa yang kita lihat itu perlu untuk kita beli. Maka salah satu trik pedagang adalah lihat-lihat dulu. Hal ini karena kalau sudah dilihat ada keinginan untuk membeli. Begitu pengaruh pandangan mata. Sesuatu yang sangat mempengaruhi hati. Maka semakin banyak hal-hal yang kita lihat yang tidak dibenarkan syariat, itu akan semakin mengotori hati kita. Semakin liar pandangan mata kita, maka semakin kotor hati kita.

Memang Nabi mengatakan tentang pandangan mata yang tidak sengaja bahwa:

الأولى لك والثانية عليك

“Pandangan pertama (artinya sesuatu yang spontan dan tidak kita rencanakan ataupun hanya sekedar terlihat) itu dimaafkan, tapi yang berikutnya adalah dosa bagimu”

Menjaga pandangan mata merupakan salah satu cara kita untuk menjaga hati. Hati bisa terjaga apabila mata kita bisa kita kendalikan. Tapi kalau mata kita liar, hati juga akan menjadi liar, bahkan lebih liat daripada pandangan mata. Dan Allah maha tahu pandangan mata yang khianat, yaitu yang curi-curi pandang, diam-diam dia melihat. Orang lain mungkin tidak tahu, tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui pandangan mata yang khianat.

Maka urusan mata memang antara hamba dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Banyak hal-hal yang kita lihat sementara orang lain tidak tahu apa yang kita lihat. Tapi semuanya ada perhitungannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka dari itu, masih adalah setitik wara’ dalam hati kita berkaitan pandangan mata kita?

Itu salah satu bentuk wara’ yang harus kita miliki. Terutama pada hari ini. Mungkin kalau kita berdiam diri di rumah saja, kita tidak mendapatkan tantangan yang besar terkait dengan fitnah mata ini. Tapi ketika kita keluar rumah, di jalan raya, di pasar, di tempat-tempat umum, disitulah kita sulit untuk menjaga pandangan mata ini. Dan tentunya semakin berat suatu amal maka pahalanya tentunya semakin besar.

Menjaga pandangan mata hari ini memang berat, tapi bila kita dapat melakukannya maka pahalanya juga besar. Karena dorongan untuk melakukannya juga besar. Dorongan untuk mencuri-curi pandangan yang haram itu besar. Apabila kita bisa menjaganya, maka pahalanya juga akan disediakan lebih besar lagi.

Wara’ dalam hal pendengaran

Maksudnya adalah tidak membiarkan telinga mendengarkan ucapan-ucapan yang dilarang atau perkara-perkara yang bisa melenakan hati dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti ucapan-ucapan yang kotor, musik dan sebagainya. Itulah sifat wara’ para salaf dahulu.

Nafi’ khadim Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhuma menceritakan bahwa majikannya pernah mendengar suara seruling seorang pengembala, maka beliau pun segera menutup kedua jari ke telinganya dan mengarahkan untanya agar berjalan di pinggir jalan menjauh dari itu dan berkata: “Wahai Nafi’, apakah kamu masih mendengar suara itu?”, dia bertanya kepada pelayannya. Maka Nafi’ mengatakan: “Iya”. Maka Ibnu ‘Umar terus menggiring untanya di pinggiran jalan hingga Nafi’ mengatakan kepada beliau: “Sekarang suaranya sudah tidak terdengar lagi.” Setelah diberitahu demikian, barulah Abdullah bin ‘Umar membuka telinganya dan kembali mengarahkan untanya ke jalan dan berkata: “Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar suara seruling pengembala lalu beliau menutup telinganya seperti yang kulakukan tadi.” (HR. Ahmad)

Kita tahu bagaimana ittiba’ yang dimiliki oleh Abdullah bin ‘Umar, beliau selalu mengikuti apa yang pernah beliau dapatkan, beliau lihat,  beliau saksikan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Jadi ini menunjukkan kepada kita kewara’an di dalam hal pendengaran. Dan ini juga susah hari ini, dimana-mana suara musik menggema, baik itu di pusat-pusat perbelanjaan bahkan ditempat-tempat umum. Maka untuk menjaga pendengaran dari suara-suara yang dilarang itu adalah termasuk perkara yang berat hari ini.

Kita tidak bisa bayangkan bagaimana seandainya Abdullah bin ‘Umar hidup hari ini dan berjalan di pasar. Mungkin sepanjang perjalanan beliau akan menutup telinga beliau.

Wara’ dalam hal pendengaran ini bukan hanya dari suara musik saja, tapi juga dari hal-hal yang dilarang lainnya, misalnya gibah. Ini yang susah hari ini juga, yaitu menjaga pendengaran dari mendengarkan ghibah. Kita tahu mendengarkan berita-berita, mendengarkan ghibah, mendengarkan fitnah, mendengarkan perkara-perkara yang sia-sia, ini termasuk hal lezat bagi telinga seseorang.

Mari download mp3 dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian Tentang Bentuk-Bentuk Wara’

Download mp3 yang lain tentang Aktualisasi Akhlak Muslim di sini.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48715-bentuk-bentuk-wara/